PENJELASAN MASALAH SYAFA’AT, TASYAFU’ DAN ISTIGHOTSAH

Yaa Sayyidi Yaa Rosulalloh !

PENJELASAN MASALAH SYAFA’AT, TASYAFU’ DAN ISTIGHOTSAH

A. SYAFA’AT

Menurut arti bahasa, kata “Syafa’at” mempunyai pengertian “pertolongan”.

“Syafa’atan hasanatan” berarti suatu pertolongan yang membawa kepada kebaikan. Dan syafa’atan sayyiatan adalah suatu pertolongan yang membawa kepada kemungkaran. Di dalam pembahasan di sini yang dimaksud adalah syafa’atan hasanatan.

Menurut arti istilah adalah :

الشَّـفَاعَة ُ سُـؤَالُ الـْخَيْرِ مِنَ الـْغـَيْرِ لِلْغَـيْر ِ

“Syafa’at adalah permohonan kebaikan dari orang lain untuk orang lain”.[1]

Sebagian Ulama ada yang mendefinisikan sebagai berikut :

الشَّـفَاعَة ُ هِىَ السُّـؤَالُ إِلـَى التـَّجَـاوُز ِ عَنِ الذُّنـُوْبِ مِنَ الـَّذِي وَقَـعَ
الجِنَايَة ُ فِي حَـقّـِه[2]

“Syafa’at adalah permintaan pengampunan dosa-dosa dari orang yang melakukan kesalahan”.

Atau mudahnya, syafa’at adalah mengusahakan kebaikan bagi orang lain atau memberikan jasa-jasa baik kepada orang lain tanpa mengharap upah atau imbalan jasa, baik diminta maupun tidak diminta.

Di dalam penggunaan istilah, pada umumnya sebutan “syafa’at” dipakai untuk pertolongan yang khusus dari Rosululloh SAW. Sedang-kan pertolongan yang diberikan oleh selain Beliau SAW, umpamanya oleh para Wali, orang yang lebih tua umurnya disebut barokah, doa restu, bantuan, dukungan atau jangkungan. Semua itu menurut lughowy (bahasa) juga disebut syafa’at dalam arti pertolongan.

Syafa’at Rosululloh SAW dapat terjadi di dunia dan di ahirat. Yang di dunia antara lain dan yang paling berharga, tak terukur dengan harta adalah iman dan islam di dada setiap muslim dan mu’min. Boleh dikatakan bahwa tuntunan Rasululloh SAW adalah syafa’at Beliau SAW.

Dan seperti kita sadari dari kenyataan bahwa tuntunan Rasulullah SAW tersebut disalurkan dan disampaikan kepada ummatnya di zaman sekarang melalui proses yang panjang.

Melalui para sahabat, Radliyalloohu Ta’ala ‘anhhu, kepada para Tabi’in kepada para Tabi’it -Tabi’iin, para Ulama Salaf, para Auliya’, para Sholihin, para Ulama Khalaf, para Kiai, para Cendikiawaan, para Ustadz, para guru akhirnya sampai kepada kita. Berarti mereka-mereka itu adalah perantara antara kita dengan Junjungan kita Nabi Muhammad Rasululloh SAW.

Mereka itu adalah penyambung / penyalur syafa’at Rasululloh SAW kepada para lapisan masyarakat. Dapat kita fahami bahwa mereka dapat menjalankan fungsinya sebagai penyalur syafa’at adalah juga dari syafa’at Rosululloh SAW. Dan begitu seterusnya, sambung bersam-bung. Tanpa Rosululloh SAW mereka tidak dapat melakukan hal-hal seperti itu, dan kita pun tidak akan memiliki iman, Islam dan faham-faham keagamaan seperti ini.

Begitu gambaran luasnya syafa’at Rosululloh SAW di dunia ini, dan begitu penting dan berharganya bagi kita para ummat sehingga kita tidak mampu menghitung-hitung betapa besarnya nilai syafa’at Rosululloh SAW itu. Suatu pertolongan yang sangat kita butuhkan untuk membawa diri kita menuju kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirot. Kita butuhkan untuk membebaskan dan menyelamatkan diri kita dari bahaya kejahatan dan kekejian yang akan membawa kepada kesengsaraan dan kehancuran dunia akhirat.

Adapun syafa’at Rosululloh SAW di akhirot kelak, yang disebut "SAFA’ATUL’UDHMA” adalah pertolongan agung yang sangat dibutuh-kan oleh seluruh ummat manusia di padang mahsyar kelak di akhirat. Di padang mahsyar itu nanti seluruh ummat manusia dari zaman nenek moyang kita Nabi Adam ’Alaihis–sholatuwassalam sampai manusia yang terakhir dikumpulkan semua.

Terjadilah suatu peristiwa yang maha dahsyat, suatu tragedi kebingungan ummat manusia yang memuncak dan belum pernah dialami sebelumnya. Di bawah pembakaran terik sinar matahari yang pada saat itu dikeba-wahkan oleh Alloh hanya tinggal setinggi galah, tiap-tiap manusia mengalami problem-problenya sendiri-sendiri sebagai akibat tindak lakunya ketika hidup di dunia.

Di sebut “Yaumul-Hasyri” atau hari berkonfrontasi saling berhadap-hadapan satu sama lain. Baik bapak, ibu, anak maupun saudara dan sebagainya saling tuntut-menuntut, saling tuduh-menuduh satu sama lain. Saling melarikan diri takut terkena tuntutan.

B. TASYAFU’

Tasyafu’ atau memohon syafa’at kepada Rosululloh SAW berarti memohon supaya Rosululloh SAW sudi memberikan pertolongan untuk memohonkan kepada Alloh Subhaanahu wa ta'aala agar Alloh berkenan mengabulkan permohonan tersebut.

Pertolongan mutlak adalah milik Alloh, dan kehendak Alloh mutlak tidak ada yang mencampurinya. Termasuk Alloh berkehendak memberikan hak syafa’at bagi seluruh makhluk kepada Rosul-NYA SAW tidak mengurangi milik Alloh yang mutlak. Firman Alloh SWT.

قُل لِلّهِ الشَّفـَاعَة ُ جَمِيـعًا (39 الزمر :44)

Katakanlah ; “Hanya kepunyaan Alloh Syafa’at itu semuanya (39- Az-Zumar : 44 )

Ada sebagian orang berpendapat bahwa dengan ayat tersebut selain Alloh tidak dapat memberi syafa’at, sehingga memohon syafa’at kepada Rosululloh SAW disamakan dengan syirik dan tersesat.

Dengan menggunakan ayat tersebut sebagai dasar bagi pendapat-nya bukan pada tempatnya. Ada dua alasan untuk menolak pendapat tersebut :

1. Tidak ada satu ayat pun dan hadits yang melarang permohonan syafa’at kepada Rosululloh SAW.

2. Ayat di atas tidak menunjukkan larangan mohon syafa’at, namun searti dengan ayat-ayat lain yang menjelaskan kemutlakan kekua-saan Alloh sebagai Penguasa Tunggal yang tidak tersaingi oleh suatu apapun. Hal ini mempunyai pengertian bahwa Alloh dapat menganugerahkan apapun dan kepada siapa saja sesuai kehendak-Nya.

Firman Alloh dalam Al-Qur’an yang menerangkan tentang anugerah Alloh kepada hamba-Nya untuk memberikan syafa’at seperti di bawah ini:

وَلاَ يَمْلِكُ الَّذِيْنَ يَدْعُونَ مِن دُونِهِ الشَّفَاعَةَ إِلاَّ مَن شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ (43- الزخروف :86)

“(Tuhan-tuhan) yang mereka sembah, selain dari pada-Nya, tiada mempunyai syafa’at (pertolongan), akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa'at ialah) orang yang mengakui kebenaran (tauhid), sedang mereka meyakini”. (QS. Al-Zukhruf: 86).

يَوْمَئِذٍ لاَّ تَـنْـفَعُ الشَّفـَاعَةُ إِلاَّ مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلاً (20-طه : 09)

“Pada hari itu {kiamat} tiada berguna syafa'at, kecuali { syafa'at } orang yang telah diizinkan oleh Yang Maha Pengasih dan diridloi perkataannya”.

Ayat tersebut menunjukkan bahwa ada sebagian makhluk �Alloh yang dianugerahi / diizini dapat memberi syafaat kepada yang lainnya. Kalau toh ada ayat-ayat yang menunjukkan tidak adanya syafa’at, seperti: QS. Al-Baqoroh: 48, 123 dan QS. Al-Muddatsir: 48, semua ayat ini berhubungan dengan orang-orang musyrik.

Tentang siapa dan apa yang dapat memberi syafa’at dengan izin Alloh telah dijelaskan dalam beberapa hadits, antara lain ;

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ SAW يَشْـفَـعُ يَوْمَ الْـقِـيَامَـةِ ثـَلاَ ثـَـةٌ : اْلأ َنْبِـيَآءُ ثـُمَّ الْعُلَمَآءُ ثُمَّ الشُّهَدَآءُ (رواه ابن ماجـه عن عثمان RA)

Rosululloh SAW bersabda : “Yang dapat memberi syafa’at besuk pada yaumil qiyamah ada tiga golongan ; yaitu para Nabi, Ulama, kemudian Syuhada’ (HR. Ibnu Majah dari Utsman Ra.).

Rosululloh SAW bersabda : “Yang dapat memberi syafa’at besuk pada yaumil qiyamah ada tiga golongan ; yaitu para Nabi, Ulama, kemudian Syuhada’ (HR. Ibnu Majah dari Utsman Ra.)

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ SAW : يشـفـع الشـهيد فى سبعـين من اهل بـيتـه (رواه ابو داود عن ابى الدرداء)

Rosululloh SAW bersabda : “ Seorang mati syahid akan memberi syafa’at pada 70 orang dari keluarganya” (HR. Abu Dawud dari Abi Al-Darda’ ).

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ SAW : أَناَ سَـِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلاَ فَـخْـرَ وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ تـُنـْشَـقُّ عَنْهُ اْلأَرْضُ وَأَناَ أَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّـعٍ , بِيَـدِى لِـوَآءُ الْحَمْدِ تَحْـتَهُ آدَمُ فَمَنْ دُوْنَهُ
(رواه الترميذي وابن ماجه عن ابي سعيد الحذري والحاكم عن جابر باسنـاد صحيح )

Rosululloh SAW bersabda : Aku adalah Sayyid (orang yang tertinggi) dari anak cucu Nabi Adam, dan (aku mengucapkan ini ) tidak karena membanggakan diri. Aku adalah orang yang pertama dibangunkan dari kubur, Aku adalah orang pertama yang memberikan syafa’at dan orang pertama yang diterima syafa’atnya, di tanganku-lah bendera puji dan di bawah bendara itu bernaung Nabi Adam dan orang-orang lainnya. (HR. At-Tirmidzi dan Ibu Majah dari Abi Said Al- Hudzriy dan Al-Hakim dari Jabir Ra).

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ SAW : مَـنْ زَارَ قَـبْرِى وَجَـبَتْ لَـهُ شَفَاعَتِى (رواه ابن عدي والبيهقى عن ابن عمر)

“Rosululloh SAW bersabda: "Barang siapa berziarah ke kuburku maka wajib baginya (memperoleh) syafa’atku”.( HR. Ibnu Adi dan Baihaqidari Ibnu Umar ).

التَّشـفُّعُ بالنَـبي SAW في كُلِّ مَكانٍ نافِـعٌ فلَمْ يُقـبَلْ اِلاَّ الـْوُصُوْلُ الى النَّـبِّي SAW (شـواهد الحق : 203)

“Tasyaffu’an {memohon syafa’at} kepada Baginda Nabi SAW, di tempat manapun adalah bermanfa’at dan pasti sampai kepada Baginda Nabi SAW”. (Syawahidul-Haq : 203)

وانَّهُ SAW مَقْبولُ الشَّفاعَـةِ عنْدَ اللهِ في الدُّنْيا والاخِرَةِ ويتَوَسَّلوْنَ بِه الَيْهِ تَعَالى لِيُبَلِّـغَهُمْ مُناهُم في دُنياهم وأُخراهُم فقَد شـَاركُوا في هَـذا الْمَعـنى اعْلَمُ العُلَمَاء (شـواهد الحق : 45)

“Dan sesungguhnya Baginda Nabi SAW itu pasti diterima syafa’atnya di sisi ِAlloh baik di dunia maupun di ahirat. Dan orang-orang Islam berwasilah kepada Beliau SAW dalam permohonannya kepada Alloh SWT agar Beliau SAW berkenan menyampaikan hajat / keinginan mereka dalam urusan dunia dan urusan ahirat mereka. Maka para pakar Ulama telah bersepakat di dalam pengertian tersebut”.

Memohon syafa’at kepada Rosululloh SAW baik pada masa hidup maupun setelah wafat Beliau SAW adalah boleh dalam hukum Islam. Karena orang yang mati syahid saja menurut Al-Quran tetap hidup di alam kuburnya, Firman Alloh SWT:

وَلاَ تَقُولُواْ لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِن لاَّ تَشْعُرُونَ (البقرة : 154)

“Dan janganlah kalian berkata: Bahwa orang-orang yang gugur di jalan ِAlloh itu mati; melainkan mereka tetap hidup, tetapi kalian tidak menyadarinya” (QS. Surat Al Baqoroh 154).

وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتاً بَلْ أَحْيَاءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ (ال عمران 169)

“Dan janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Alloh itu mati, melainkan mereka tetap hidup di sisi Tuhannya dan mereka memperoleh rizqi (kenikmatan besar) (QS. Ali Imrom 169)

Berdasarkan dua ayat di atas bahwa orang gugur di jalan Alloh tetap hidup di sisi -Nya. Apa lagi para Nabi dan Rosul serta para Waliyulloh. Maka Rosululloh SAW bersabda :

حياتى خير لكم ومـماتى خــير لكم , واما حياتىفاسن لكم السنن واشرع لكم الشرائع , واما مَماتى فان اعمالكم تعرض علي فما رأيت منها حسنا حمدت الله عليه وما رأيت سيئا استغفرت الله لكـم (رواه البزار عن ابن مسعود باسناد صحيح)

Hidup dan matiku adalah baik (berguna) bagimu. Semasa hidupku aku memberikan tuntunan / sunnah dan mengajarkan syari’at kepadamu. Sedangkan setelah wafatku semua amalmu diperlihatkan kepadaku. Maka ketika aku melihat amalmu baik, aku memuji kepada Alloh atas kebaikanmu itu, dan ketika aku melihat amalmu jelek, aku mohonkan ampunan kepada Alloh bagi kamu sekalian (HR. Al-Bazzar dari Abdulloh bin Mas’ud derngan sanad yang shohih).

ما من احد يسلم عـلي الا رد الله على روحى حتى ارد عليه السلام(رواه احمد وابو داود)

Tiada seseorang yang menyampaikan salam kepadaku, melainkan Alloh menyampaikan salam itu kepadaku, sehingga aku menjawab salam itu. (HR. Ahmad dan Abu Dawud )

Dalam hal ini para Ulama berpendapat bahwa Rasulullah SAW setelah wafatnya tetap seperti Beliau SAW masih hidup. Maka orang yang berpendapat bahwa Rasulullah SAW tidak ada manfa’atnya setelah meninggal dunia adalah pendapat yang sesat dan menyesatkan.

فمن اعتقد ان الـنبي SAW لاينـفع به بـعد الموت بل هو كأحـد الناس فـهـو ضـال مضــل

“Maka barang siapa beri’tikad, bahwa Baginda Nabi SAW tiada manfa’at sesudah wafatnya, bahkan Beliau SAW dianggap seperti umumnya manusia, maka orang seperti itu adalah sesat dan menyesatkan”. (Tafsir Al-Shawi juz 1, hal. 161).

نـقــل السـيد احـمـد دخلان عن ابي الـموا هب الشاذلي t ا نه كان يقـول : لله عباد يتـولي تربـيتهـم النـبي SAW بنـفسـه من غـير واسط بكـثرة صلاتـهم عليه SAW ( سعا دة الدارين : 551).

Sayyid Ahmad Dakhlan menukil pendapat Abi Mawahib Asy-Syadzali Ra: “Alloh mempunyai hamba-hamba yang dibimbing langsung oleh Nabi Muhammad SAW tanpa perantara sebab banyaknya bacaan Sholawat mereka kepada Beliau SAW ”.(Kitab Sa’aadaatu Al-Daroini : 511)[3] .

Penjelasan Singkat TASYAFFUAN dengan Sholawat Tsaljul Qulub dalam Sholawat Wahidiyah :

PENERAPAN BIHAQIQOTIL MUHAMMADIYYAH

Fatwa Amanat dan do'a restu Kanjeng Romo KH. Abdul Latief Madjid RA pada acara Mujahadah Kubro dalam rangka memperingati ulang tahun lahirnya Sholawat Wahidiyah dan Haul Mbah KH. Mohammad Ma'roef ra gelombang pertama setelah jama'ah sholat maghrib, Kamis malam Jum'at tgl 29 Oktober 2015, antara lain Beliau menyampaikan agar sebagai pengamal, penyiar dan pembina Wahidiyah menyampaikan penerapan Ajaran BIHAQIQOTIL MUHAMMADIYYAH dan benar-2 menghayati serta mengamalkannya dlm kehidupan nyata sehari-hari.

Dalam pengajian kitab Al-Hikam dan Kuliah Wahidiyah --- yang dilaksanakan setiap Ahad pagi di masjid Kedunglo Kediri zaman itu --- Mbah K.H. Abdoel Madjid Ma’roef QS wa RA, Mu'allif Sholawat Wahidiyah Qs wa Ra Ghouts Hadzaz Zaman - Mujaddid Hadzaz Zaman menjelaskan tentang Haqiqotul wujud sampai pengertian dan penerapan Bihaqiqotil Muhammadiyah yang di kemudian hari disempurnakan dengan penerapan Lirrasul Birrasul.

Saat itulah ---masih di tahun 1963 --- tersusun sholawat yang ketiga dlm rangkaian Sholawat Wahidiyah :

Sholawat ini disebut “SHOLAWAT TSALJUL QULUB” (Sholawat salju hati / pendingin hati).

Nama lengkapnya adalah "Sholawat Tsaljul Ghuyub Litabriidi Harorotil Qulub" (Sholawat Salju dari alam ghaib untuk mendinginkan hati yang panas).

يَاشَافِعَ الْخَلْقِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ * عَلَيْكَ نُوْرَ الْخَلْقِ هَادِيَ الأَنَامِ
وَأَصْـلَهُ وَرُوْحَهُ أَدْرِكْنِي * فَقَدْ ظَلَمْتُ أَبَدًا وَرَبِّـنِي
وَلَيْسَ لِي يَا سَـيِّدِي سِوَاكَ * فَإِنْ تَرُدَّ كُنْتُ شَخْصًا هَالِكًا

“YAA SYAAFI’AL KHOLQIS SHOLAATU WAS SALAAM #
‘ALAIKA NUUROL KHOLQI HAADIYAL ANAAM.

WA ASHLAHUU WA RUUHAHUU ADRIKNII #
FAQOD DHOLAMTU ABADAW WAROBBINII.

WA LAISA LII YAA SAYYIDII SIWAAKA #
FA IN TARUDDA KUNTU SYAKH-SHON HAALIKA”.

Artinya :

“Duhai Kanjeng Nabi Pemberi syafa’at makhluq,
kepangkuan-Mu sholawat dan salam kusanjungkan,
Duhai Nur Cahaya makhluq Pembimbing manusia;
Duhai Unsur dan Jiwa makhluq, bimbing, bimbing dan didiklah diriku,
Sungguh aku manusia yang dholim selalu”.
“Tiada arti diriku tanpa Engkau duhai Yaa Sayyidii.
Jika Engkau hindari aku, akibat keterlaluan dan berlarut-larutku,
pastilah, pasti aku akan hancur binasa !”.
“Duhai Pemimpin kami, duhai Utusan Alloh !”

-------------

Penjelasan Singkat Yaa Syafial Kholqis Sholaatu Wassalam

Dalam sholawat wahidiyah bacaan yang ke tiga biasa disebut sholawat tsaljunya hati/pendingin hati

Sholawat tsaljul Qulub

قوله “يا شافع الخلق” . التشفع بالنبى صلى الله عليه وسلم فى كل مكان نافع فلم يقبل الا الوصول الى النبى صلى الله عليه وسلم . شواهد الحق.

Artinya :

Tasyaffu’ kepada Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dimana tempat pasti disampaikan kepada Beliau.

قوله “نور الخلق”. قال الله تعالى فى حديث القدس خلقتك من نورى وخلقت الخلق من نورك.

Artinya :

Aku jadikan kamu dari nur-Ku dan Aku jadikan mahluq dari nur-Mu.

Sesuai hadits dari Jabir Rodliyallohu Anhu :

Yaa Rosulalloh : Demi ayah dan ibuku Engkau kabari aku tentang mahluq apa yang pertama diciptakan Tuhan. Wahai Jabir : Yang diciptakan Alloh pertama sebelum menciptakan sesuatu adalah nurnya Nabimu Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, kemudian beredar menurut kehendak Alloh.

Pada waktu itu belum ada Lauh, Qolam, Rembulan, Matahari, Surga, Neraka, Malaikat, Bumi, Langit, Jin dan Manusia. (Keterangan lebih luas di dalam Kitab Madarijus Su’uud).

قيل أنه صلى الله عليه وسلم هو الوا سطة العظمى لنا فى كل نعمة بل هو أصل الايجاد لكل مخلوق, كما قال تعالى فى حديث القدسى لولاك لولاك ما خلقت الافلاق.(كفاية الاتقياء).

Artinya :

Telah dikatakan : Beliau Rosulillah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bagi kita adalah perantara yang agung dalam semua ni’mat, bahkan asal dari semua mahluq, dengan dasar Hadits Qudsi “Kalau tidak ada Kamu, Aku tidak menciptakan cakrawala”.

قوله “هادى الانام” : وفى الحقيقة أن الهدى هدى الله ,
قال تعالى: إنك لا تهدى من احببت..,
وفى الشريعة وانك لتهدى الى صراط مستقيم.

Hidayah (petunjuk) secara haqiqot hanya di tangan Tuhan, secara syariat di tangan insan.

- Haqiqot : Sesungguhnya hidayah di tangan Tuhan.

- Syariat : Sungguh Engkau bisa memberi hidayah ke jalan yang lurus.

قول” واصله” : بل هو اصل كل موجود, كما مر.

Bahkan Beliau asal dari segala yang wujud, seperti keterangan di atas.

قوله “فقد ظلمتُ” : لقو له تعالى وكان الانسان ظلوماَ جهولاَ.

Dasar firman Alloh : Insan itu amat dholim dan bodoh.

الظلم ثلاثة ظلم لايغفره الله وهو الشرك, وظلم لايتركه الله وهو ظلم الناس بعضهم لبعض, وظلم لايعبأ الله به وهو ظلم العبد نفسه فيما بينه وبين ربّه.(نصائح الدينية ص74).

Dholim ada 3 macam :

Dholim yang tidak diampuni Alloh ialah Syirik.
Dholim yang tidak ditinggalkan Alloh ialah dholimnya manusia kepada manusia yang lain.
Dholim yang tidak diperdulikan Alloh ialah dholimnya hamba kepada dirinya, antara mereka dengan Tuhannya.

قوله “وربنى”: اى من التربية.

Didikan, didiklah aku.

قوله “وليس لى يا سيّدى سواكا”

Pada suatu waktu datang seseorang memohon hujan dengan kata Syair mereka yang terahir :

وليس لنا إلاّ اليك فرارنا واين فرار الخلق إلاّ الى الرسول. ولم ينكر صلى الله عليه وسلم هذا البيت.(شوا هدالحق 164 ).

Tiada lariku kecuali kepada Engkau Dan kemana larinya mahluq kecuali kepada Rosul. Mendengar demikian Beliau Rosul tidak ingkar. (Syawahidul Haq. Hal 164).

---------------

Catatan :
[1] Syarah Sullamut-Taufiq .

[2] Kitabu Al-Ta’riifaat, Ali Bin Muhammad Al-Jarjaniy, Sangkapurah, Jiddah, hal. 127, t. thn.

C. ISTIGHOUTSAH
Kata “istighotsah” استغاثة berasal dari “al-ghouts” الغوث yang berarti pertolongan. Dalam tata bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola (wazan) "istaf’ala" استفعل atau "istif'al" menunjukkan arti pemintaan atau pemohonan. Maka istighotsah berarti meminta pertolongan. Seperti kata ghufron غفران yang berarti ampunan ketika diikutkan pola istif'al menjadi istighfar استغفار yang berarti memohon ampunan.

Jadi istighotsah berarti "thalabul ghouts" طلب الغوث atau meminta pertolongan. Para ulama membedakan antara istghotsah dengan "istianah" استعانة, meskipun secara kebahasaan makna keduanya kurang lebih sama. Karena isti'anah juga pola istif'al dari kata "al-aun" العون yang berarti "thalabul aun" طلب العون yang juga berarti meminta pertolongan.

Istighotsah adalah meminta pertolongan ketika keadaan sukar dan sulit. Sedangkan Isti'anah maknanya meminta pertolongan dengan arti yang lebih luas dan umum.

Baik Istighotsah maupun Isti'anah terdapat di dalam nushushusy syari'ah atau teks-teks Al-Qur'an atau hadits Nabi Muhammad SAW. Dalam surat Al-Anfal ayat 9 disebutkan:

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ

"(Ingatlah wahai Muhammad), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu lalu Dia mengabulkan permohonanmu." (QS Al-Anfal:9)

Ayat ini menjelaskan peristiwa ketika Nabi Muhammad SAW memohon bantuan dari Allah SWT, saat itu beliau berada di tengah berkecamuknya perang badar dimana kekuatan musuh tiga kali lipat lebih besar dari pasukan Islam. Kemudian Allah mengabulkan permohonan Nabi dengan memberi bantuan pasukan tambahan berupa seribu pasukan malaikat.

Dalam surat Al-Ahqaf ayat 17 juga disebutkan;

وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ

"Kedua orang tua memohon pertolongan kepada Allah." (QS Al-Ahqaf:17)

Yang dalam hal ini adalah memohon pertolongan Allah atas kedurhakaan sang anak dan keengganannya meyakini hari kebangkitan, dan tidak ada cara lain yang dapat ditempuh oleh keduanya untuk menyadarkan sang anak kecuali memohon pertolongan dari Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Dari kedua cuplikan ayat ini barangkali dapat disimpulkan bahwa istighotsah adalah memohon pertolongan dari Allah SWT untuk terwujudnya sebuah "keajaiban" atau sesuatu yang paling tidak dianggap tidak mudah untuk diwujudkan.

Istighotsah sebenamya sama dengan berdoa akan tetapi bila disebutkan kata istighotsah konotasinya lebih dari sekedar berdoa, karena yang dimohon dalam istighotsah adalah bukan hal yang biasa biasa saja. Oleh karena itu, istighotsah sering dilakukan secara kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid-wirid tertentu, terutama istighfar, sehingga Allah SWT berkenan mengabulkan permohonan itu.

Istighotsah juga disebutkan dalam hadits Nabi,di antaranya :

إنَّ الشَّمْسَ تَدْنُوْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَبْلُغَ الْعَرَقُ نِصْفَ الْأُذُنِ, فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ اسْتَغَاثُوْا بِآدَمَ ثُمَّ بِمُوْسَى ثُمَّ بِمُحَمَّدٍ

Matahari akan mendekat ke kepala manusia di hari kiamat, sehingga keringat sebagian orang keluar hingga mencapai separuh telinganya, ketika mereka berada pada kondisi seperti itu mereka beristighotsah (meminta pertolongan) kepada Nabi Adam, kemudian kepada Nabi Musa kemudian kepada Nabi Muhammad. (H.R.al Bukhari).

Hadits ini juga merupakan dalil dibolehkannya meminta pertolongan kepada selain Allah dengan keyakinan bahwa seorang nabi atau wali adalah sebab.

Terbukti ketika manusia di padang mahsyar terkena terik panasnya sinar Matahari mereka meminta tolong kepada para Nabi. Kenapa mereka tidak berdoa kepada Allah saja dan tidak perlu mendatangi para nabi tersebut ? Seandainya perbuatan ini adalah syirik niscaya mereka tidak melakukan hal itu dan jelas tidak ada dalam ajaran Islam suatu perbuatan yang dianggap syirik.

Sedangkan isti'anah terdapat di dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:

وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ

“Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.” (QS Al-Baqarah: 45).

Dijelaskan, ber-tawassul dan ber-istighosah, hukumnya adalah boleh, baik ketika seorang nabi atau wali itu masih hidup atau sudah meninggal. Namun, hal itu harus disertai dengan keyakinan bahwa tidak ada yang bisa mendatangkan bahaya dan memberikan manfaat secara hakiki, kecuali Allah. Sedangkan, para nabi dan wali hanyalah sebagai sebab atas dikabulkannya doa dan permohonan seseorang.

Adapun kebolehan ber-tawassul dan ber-istighosah kepada para nabi dan para wali, baik ketika mereka masih hidup maupun yang telah meninggal, hukumnya sudah disepakati seluruh ulama salaf yang saleh sejak generasi Sahabat sampai generasi para ulama terkemuka pada abad pertengahan.

Ada 12 ulama besar terkemuka, yang semuanya sepakat membolehkan ber-tawassul dan ber-istighosah. Di antaranya, Al- Imam Sufyan bin Uyainah (Guru Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hambal), Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi'I, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Abu Ali al-Khallal, Al-Hafizh Ibn Khuzaimah, tiga hafizh (al-Thabarani, Abu al-Syaikh dan Abu Bakar Ibn al-Muqri'), Ibrahim al-Harbi, Al-Hafizh Abu Ali al-Naisaburi, Al-Hafizh Abdul Ghani al-Maqdisi, dan Abu al-Khair al-Aqqtha'.

Tidak hanya ulama di atas yang membolehkannya. Al-Quran yang merupakan sumber primer pengambilan hukum Islam justru menganjurkan ber-tawassul dan ber-istighosah. Seperti yang dijelaskan dalam surat al-Maidah ayat 35, yang artinya, "Hai, orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (wasilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya". (QS. Al-Maidah:35).

Jadi, dapat kita simpulkan bahwa ber-tawassul dan ber-istighosah dengan para Nabi dan para wali yang sudah meninggal ataupun yang masih hidup tidak bertentangan dengan ajaran yang telah dijelaskan dalam Al-Quran dan Al-Hadits.

Penjelasan Singkat ISTIGHOUTSAH "YAA AYYUHAL GHOUTSU SALAAMULLOH......  dst ,,," Dalam Sholawat Wahidiyah :

يَأَ يُّهَا الْغَـوْثُ سَـلاَمُ اللهِ * عَلَيْكَ رَبِّـنَي بِإِذْ نِ اللهِ
وَانْظُرْ إِلَيَّ سَيِّدِي بِنَظْـرَةٍ * مُوْصِلَةٍ لِلْحَـضْرَةِ الْعَلِيّةِ

“YAA AYYUHAL GHOUTSU SALAAMULLOHI, ‘ALAIKA ROBBINII BI IDZNILLAAHI, WANDHUR ILAYYA SAYYIDII BINNADHROH MUUSHILATIL LILHADHROTIL ‘ALIYYAH”.

Artinya :

“Duhai Ghoutsuz Zaman, kepangkuan-Mu salam Alloh kuhaturkan, bimbing dan didiklah diriku dengan idzin Alloh. Dan arahkan pancaran sinar nadhroh-Mu kepadaku Yaa Sayyidii, radiasi batin yang mewushulkan aku, sadar kehadirat Maha Luhur Tuhanku”.

Penjelasan Yaa Ayyuhal Ghoutsu Salaamullooh.... dst...

Ghouts, ratunya wali, qutbul aqthob, sulton auliya adalah sebutan untuk pemimpinya wali pada zaman tertentu

قوله “ياأيهاالغو ث”. الكلام على الا ستغاثة (شواهدالحق .141)
سئل العلا مة الشهاب الر ملى الشافعى.

Syeh Syihab ditanya :
“Bagaimana hukumnya orang sambat kepada guru ketika keadaan krisis seperti yang berlaku bagi orang umum”?

Beliau menjawab : “Istighosah kepada Nabi, Rosul, Auliyak, Ulama sholihin itu boleh”, berdasarkan Alqur’an :

يايهاالذين امنوا اتقوا الله وابتغوا اليه الوسيلة .

Artinya : wahai orang yang beriman bertwakalah dan carilah perantara untuk kepada Allah.

قال الر ملى : وللرسل والا نبياء اغاثة بعدموتهم لان معجزة الا نبياء وكرامة الا ولياء لاتنقطع بعدموتهم .

Artinya : Syeh Romli berkata :

Para Rosul, Nabi, dan Auliyak itu tetap mempunyai pertolongan setelah mati, karena mu’jizat Rosul dan karomah Wali tidak putus setelah mati.
Istghosah bisa memakai dasar :

فاسئلوا اهل الذكر ان كنتم لاتعلمو ن (رسالة المعاونة)

Kalau kamu tidak tahu, bertanyalah kepada ahli dzikir yang dimaksud ahli dzikir itu Ulama billah wabiidznillah yang mengamalkan ilmunya dengan LILLAH. (RISALATUL MU’ AWANAH) .

قوله “ياايها الغوث” . هو عبارة عن الواحد الذ ى هو مو ضع نظر الله من العالم فى كل زمان وهو على قلب اسرافيل اى نور ولا ية اسرا فيل الذى كان ينزل عليه ينزل على قلب ذلك الواحد.(سراج الطالبين اول .9. 2)

Artinya : Ghoutsu seorang yang menjadi tempat memandang ALLOH alam, setiap zaman yang hatinya berhati isrofil .

قوله “ربّنى”: من التربية.

Mendidik

قوله “وانظراليّ”.

Perhatikan kami

قال تعالى: ياايهاالذين امنوا لاتقولوا راعنا وقولوا انظرنا واسمعوا وللكا فرين عذاب اليم (البقرة 104)

Artinya :

“ Wahai orang yang beriman janganlah kamu katakan (kepada Muhammad) RO ‘INA tetapi katakanlah UNDZURNA dan dengarlah, dan bagi orang kafir siksanya yang pedih”.

RO’INA berarti sudilah kiranya kamu memperhatikan kami di kala para sahabat menghadapkan kata ini kepada Rosululloh SAW. Orang Yahudi pun memakai kata ini dengan digumam, seakan-akan menyebut ROINA, padahal yang mereka katakan ialah RU’UNAH yang berarti kebodohan yang sangat, sebagai ejekan kepada Rosulloh.

Itulah sebabnya Tuhan menyuruh supaya sahabat–sahabat menukar perkataan RO’INA dengan UNDZURNA yang juga sama artinya dengan RO’INA.

ولو انهم قالوا سمعنا واطعنا وانظرنا لكان خيرا لهم واقوم ولكن لعنهم الله بكفرهم فلا يؤ منو ن الاّ قليلا (النساء47)

Artinya : Sebenarnya mereka mengatakan :

“Kamu mendengar dan menurut, dan dengarlah dan perhatikan kami” tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat. Tetapi Alloh mengutuk mereka karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang tipis.

-------------

YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS !
KISAH MENCARI GURU TAWAJJUH "GHOUTSU ZAMAN" UNTUK WUSHUL ILALLOH WA ROSUULIHI SAW

Guru Tuan Syaikh Ibnu Athaillah Ra Assakandari banyak tapi beliau berirtibat ( MENYATUKAN JIWA, BERTA'ALLUQ, BERTAWAJJUH, BERROBITHOH, BERWASILAH ) pada Syaikh Mursi sebagai Guru Wushulnya (Guru Sepiritualnya).

Begitu juga Syaikh-Syaikh yang lain mendapatkan Guru kamil mukamil sebagai Guru Wushulnya, bahkan Syaikh Imam Sadzali Ra yang sudah 'alim rela melakukan perjalanan jauh hanya mencari Guru Tawajjuh, Guru Wushul Ilalloh wa Rosuulihi SAW.

KISAH Tentang perjalanan Asy Syaikh Hasan Ali asy Syadzily al Hasani Ra mencari Guru Tawajjuh "GHOUTSU ZAMAN RA"

Asy Syekh al Imam al Quthub al Ghouts Sayyidina Syarif Abil Hasan Ali asy Syadzily al Hasani bin Abdullah bin Abdul Jabbar Ra, terlahir dari rahim sang ibu di sebuah desa bernama Ghomaroh, tidak jauh dari kota Saptah, negeri Maghrib al Aqsho atau Marokko, Afrika Utara bagian ujung paling barat, pada tahun 593 H / 1197 M. Beliau merupakan dzurriyah atau keturunan ke dua puluh dua dari junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW

Segera setelah pertemuan dengan Nabiyyullah Khidir As tersebut, Beliau segera menghadap Syekh Abi Said al Baji, rohimahullah, salah seorang ulama besar di Tunis pada waktu itu, dengan maksud untuk mengemukakan segala peristiwa yang Beliau alami sepanjang hari itu. Akan tetapi pada saat sudah berada di hadapan Syekh Abi Said, sebelum Beliau mengungkapkan apa yang menjadi maksud dan tujuannya menghadap, ternyata Syekh Abi Said al Baji sudah terlebih dahulu dengan jelas dan runtut menguraikan tentang seluruh perjalanan Beliau sejak keberangkatannya dari rumah sampai diangkat dan ditetapkannya Beliau sebagai Wali Agung pada hari itu. Sejak saat itu Beliau tinggal bersama Syekh Abi Said sampai beberapa tahun guna menimba berbagai cabang ilmu agama.

Dari Syekh Abi Said Beliau banyak belajar ilmu-ilmu tentang Al Qur'an, hadits, fiqih, akhlaq, tauhid, beserta ilmu-ilmu alat. Selain itu, karena kedekatan Beliau dengan sang guru, Beliau juga berkesempatan mendampingi Syekh Abi Said menunaikan ibadah haji ke Mekkah al Mukarromah sampai beberapa kali. Namun, setelah sekian tahun menuntut ilmu, Beliau merasa bahwa seluruh ilmu yang dimilikinya, mulai dari ilmu fiqih, tasawwuf, tauhid, sampai ilmu-ilmu tentang al Qur'an dan hadist, semuanya itu Beliau rasakan masih pada tataran syariat atau kulitnya saja.

Karena itu Beliau berketetapan hati untuk segera menemukan jalan (thoriqot) itu sekaligus pembimbing (mursyid)-nya dari seorang Wali Quthub (Al-Ghouts) yang memiliki kewenangan untuk memandu perjalanan ruhaniyah Beliau menuju ke hadirat Allah SWT ?

Maka dengan tekad yang kuat Beliau memberanikan diri untuk berpamitan sekaligus memohon doa restu kepada sang guru, syekh Abi Said al Baji, untuk pergi merantau demi mencari seseorang Guru Ruhani, Guru Tawajjuh yang berkedudukan sebagai Wali Quthub (Ghoutsu Zaman).

YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS !

Diposkan oleh AHMAD DIMYATHI, S. Ag 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aurod Mujahadah bilangan 717

AURAD MUJAHADAH KEUANGAN

AUROD MUJAHADAH KEAMANAN DLL