YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Keberadaan Rasulullah Saw Dalam Alam Barzah.
Oleh : K. Rahmat Syukir
HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai dan Tirmidzi dari Abu Huraira Ra, Rasulullah Saw bersabda :
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Ketika keturunan Adam mati, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara : shadaqah yang mengalir pahalanya, ilmu yang diambil manfaatnya, dan anak shalih yang mendoakan untuknya.
Banyak orang salah dalam mengartikan hadis diatas. Mereka mengatakan Rasulullah Saw dalam alam barzah sudah wafat dan tidak dapat menolong ummatnya. Hingga mereka menuduh syirik, kufur dan pelaku bid’ah kepada orang yang bertawassul dan beristighatsah kepada Rasulullah Saw.
Disebabkan hal yang demikan ini, Yayasan Perjuangan Wahidiyah – sebagaimana yang dibimbingkan oleh Beliau Hadlratul Mukarram Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo -, perlu kiranya menjelaskan kembali arti dari redaksi hadis
انْقَطَعَ عَمَلُهُ :
terputuslah amalnya, dengan arti
انْقَطَعَ ثَوَابُ عَمَلِهِ :
terputuslah pahala amalnya, dan bukan terputus amalnya.
Para waliyullah dan para nabi dan rasul As masih dapat menolong ummat manusia dari alam barzah. Namun perbuatan mereka tersebut tidak membuahkan pahala untuk mereka sendiri.
Dan pada urainan ini akan kami ketengahkan beberapa tinjauan.
A. Dari ilmu balaghah (sastra arab).
Sesuai pedoman yang ditetapkan oleh para ulama ahli bahasa arab, gaya bahasa dalam redaksi hadis diatas, menggunakan uslub istisna-i (ungkapan pengecualian) yang mengandung arti, ketentuan hukum dalam pokok bahasan (kalimat sebelum kecuali / illaa {al-mustatsna minhu) adalah kematian yang dapat memutuskan amal), harus dikaitkan dengan makna sesuatu yang dikecualian (al-mustasna, kata-kata setelah kecuali / illaa).
Dengan demikian, makna kata-kata
انْقَطَعَ عَمَلُه :
terputuslah amalnya harus sejalan dengan makna yang terkandung dalam
إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ :
kecuali dari 3 perkara.
Artinya, obyek pengecualian berkaitan dengan pahala amal. Artinya, anak adam setelah kematiannya masih dapat menikmati pahala yang terus mengalir dari tiga perkara tersebut.
Yakni, selama ilmu yang pernah ia diajarkannya masih dimanfaatkan dan perbuatan yang faedahnya masih dapat dirasakan oleh orang yang ditinggalkannya serta doa dari anak shalih dari hasil didikan yang dilakukan semejak ia masih dalam alam fana. Jadi, makna redaksi hadis diatas, harus diartikan :
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ (ثَوَابُ) عَمَلِهِ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : (ثَوَابُ) صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, وَ(ثَوَابُ) عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, وَ(ثَوَابُ عَمَلِ) وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو (اللهَ) لَهُ
Ketika keturunan Adam mati, maka terputuslah (pahala) amalnya. Kecuali dari tiga perkara : (pahala) shadaqah yang mengalir, dan (pahala) ilmu yang dapat diambil manfaatnya, dan (pahala amal) anak shalih yang memohon (kepada Allah, sekiranya ibadahnya diterima agar pahala amalnya) diperuntukan juga kepada bapak (ibu, kakek, nenek dan guru)-nya.
Lain itu pula, susunan redaksi dalam hadis انْقَطَعَ عَمَلُه : terputus pahala amal, merupakan susunan kalimat majaz mursal yang menunjukkan pemaknaan kepada yang bukan aslinya.
Dalam kitab Balaghah al-Wadlihah tulisan Ali al-Jariim, pada bab “majaz lughawi” bahasan “majaz mursal”, dijelaskan : Majaz mursal adalah kata yang digunakan bukan untuk makna aslinya karena adanya hubungan antara makna asli dengan makna tidak asli yang selain keserupaan, serta adanya karinah/ bukti yang menghalangi pemahaman dengan makna asli. Dan hubungan tersebut meliputi : sababiyah, , juziyah, kulliyah, i’tibar maa kaana/ maa yakuunu, halliyah/ mahalliyah.
Sebagai contoh, antara lain :
a. Hubungan musabbabiyah (penyebab). Firman Allah Swt, Qs. al-Mukmin : 13 :
وَيُنَزِّلُ لَكُمْ مِنَ السَمَاءِ رِزْقًا :
Dan Dia Dzat yang menurunkan dari langit untuk kamu semua suatu rizki (air hujan). Kata rizki harus dimaknai dengan arti khusus yaitu air hujan, meskipun tidak terlalu salah jika diartikan secara apa adanya. Alasan pengantian air hujan dengan kata “rizki” dalam ilmu balaghah dinamakan musabbabiyah.
b. Hubungan haliyah (kondisi). Firman Allah Swt, Qs. al-Muthaffifin : 22 :
إِنَّ الأَبْرَارَ لَفِي نَعِيْمٍ :
Sesungguhnya, orang-orang yang berbakti kepada Allah, benar-benar berada didalam kenikmatan yang agung (surga).
Alasan pengantian kata surga dengan “kenikmatan”, adalah halliyah.
c. Hubungan mahalliyah. Firman Allah Swt, Qs. Yusuf : 83 :
وَاسْأَلِ القَرْيَةِ الَتِي كُنَّا فِيْهَا :
Dan tanyalah kepada kota (penduduk) yang kami berada disitu. Kata “kota” harus diartikan penduduk. Alasan pengantian kata penduduk dengan kata kota, adalah mahalliyah).
d. Kulliyah. Firman Allah Swt, Qs. Nuh : 7 :
وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي أَذَانِهِمْ :
Dan sungguh setiap kali aku mereka (kepada keimanan), agar Engkau mengampuninya, mereka memasukkan jari-jarinya kedalam telinga mereka. Yang dimasud semua jari-jari (kulliyah) adalah ujung salah satu jari.
B. Dari dalil al-Qur’an dan Hadis.
Banyak keterangan dalam al-Qur’an dan hadis yang menjelaskan bahwa hadis terputusnya amal diatas tidak boleh diartikan secara makna asli (makna yang hakiki), yakni terputusnya amal sebab kematian.
1. Jiwa setiap manusia tidak berhenti beramal setelah ruhnya keluar dari jasad.
a. HR. Bukhari dari Abu Said al-Khudzriy (kitab Jawahir al-Bukhari, pada hadis nomer : 168), Rasulullah Saw bersabda :
إِذَا وَضَعَتِ الجَنَازَةُ وَاحْتَمَلَهَا الرِجَالُ عَلَى أَعْنَاقِهِمْ, فَإِنْ كَانَتْ صَالِحَةً قَالَتْ : قَدِّمُونِي. وَإِنْ كَانَتْ غَيْرَ صَالِحَةٍ قَالَتْ : يَاوَيْلَهَا أَيْنَ تَذْهَبُوْنَ بِهَا ؟. يَسْمَعُ صَوتَهَا كُلَّ شَيْئٍ إِلاَّ الإِنْسَانُ, وَلَوْ سَمِعَهُ صَعِقَ.
Ketika janazah telah diletakkan (dalam keranda) dan kaum lelaki telah memikulnya pada punggungnya, maka janazah yang shalih berkata : “Cepatkanlah langkahmu untuk aku”. Dan jika bukan orang shalih, berkata : “Aduh, akan kalian bawa kemana aku ?”. Dan semua makhluk mendengar suara janazah tersebut kecuali manusia. Dan jika mereka mendengarnya, maka mereka ketakutan seperti terjadi huru hara.
Hadis ini menjelaskan bahwa setiap janazah yang telah dibawa kekubur, tidak berhenti beramal. Ia dapat bertanya dan memberi nasihat kepada para pelayat. Hanya saja para pelayat tidak mampu mendengarkannya.
b. Hadis dari Abdullah bin Umar Ra yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim (kitab Jami’ as-Shaghir-nya Imam Suyuthi, dalam bab “alif dan dzal”),
Rasulullah Saw bersabda :
إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ عُرِضَ عَلَيْهِ مَقْعَدَهُ بِالغَدَوةِ وَالعَشِيِّ. إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الجَنّةِ فَمِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ وَ إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَارِ فَمِنْ أَهْلِ النَارِ. يُقَالُ لَهُ : هَذَا مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ القِيَامَةِ.
Ketika salah seorang dari kamu semua mati, maka ditampakkan kedanya tempatnya. Jika ia dari ahli surga, maka (tempat yang ditampakkan) dari ahli surga. Dan jika ia dari ahli neraka, maka (tempat yang ditampakkan) dari ahli nereka.
Dikatakan kepadanya : “Inilah tempatmu sampai Allah membangkitkan kamu kepada tempat itu pada hari kiamat”.
Hadis ini, dengan jelas mengabarkan bahwa mayit tidak berhenti perbuatannya. Mereka dapat melihat tempat duduknya didalam surga atau dinereka). Hanya saja pengetahuannya ini, Allah Swt tidak menghendaki adanya imtitsal (tuntutan ketaatan atau pengingkaran), karena alam barzah bukan tempat berbakti yang menghasilkan pahala atau siksa.
Demikianlah yang diterangkan para ulama (Ibnu Taimiyah, yang dinukil oleh Syeh Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani dalam kitabnya Mafahim Yajib an Tushahhaha, pada bab “kehidupan alam barzah”).
c. Dalam alam barzah, Nabi Muhammad Saw tidak wafat.
Dalam al-Quran Allah Swt berfirman :
وَلاَ تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحَيَاءٌ وَلَكِنْ لاَ تَشْعُرُونَ
: Dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang gugur dijalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi, kamu tidak menyadarinya (Qs al-Baqarah : 154).
وَلاَتَحْسَبَنَّ الذِيْنَ قُتِلُوا فِي سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ
Sungguh, janganlah kamu mengira orang-orang yang mati didalam jalan Allahitu telah mati. Akan tetapi mereka masih hidup disisi Tuhannya dengan mendapatkan rizki (Qs. Ali Imran : 169).
d. Rasulullah menghadiri setiap mayit yang baru dimasukkan kedalam liang lahat.
HR. Bukhari dari Anas Ra (kitab Jawahir al-Bukari, pada hadis nomer : 258), Rasulullah Saw bersabda :
العَبْدُ (أَيْ المُسْلِمُ) إِذَا وُضِعَ فِيْ قَبْرِهِ وَتَوَلَّى وَذَهَبَ أَصْحَابُهُ حَتَّى إِنَّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ. أَتَاهُ مَلَكَانِ فَأقْعَدَاهُ فَيَقُولاَنِ لَهُ : مَا كُنْتَ تَقُوْلُ فِي هَذَا الرَجُلِ مُحَمَّدٍ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَيَقُوْلُ: أَنَّهُ عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ. فَيُقَالُ: أُنْظُرْ إِلَى مَقْعَدِكَ مِنَ النَارِ أَبْدَلَكَ اللهُ إِلَى الجَنَّةِ. قَالَ النَبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَيَرَاهُمَا جَمِيْعًا. وَأَمَّا الكَافِرُ أِوِ المُنَافِقُ فَيَقُولُ : لاَ أَدْرِي كُنْتُ أُقُولُ مَا يَقُولُ النَاسُ. فَيُقَالُ : لاَدَرَيْتَ وَلاَ تَلَيْتَ. ثُمَّ يُضْرَبُ بِمِطْرَقَةٍ مِنْ حَدِيْدٍ ضَرْبَةً بَيْنَ أُذُنَيْهِ. فَيَصِيْحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا مَنْ يَلَيْهِ إِلاَّ الثَقَلَيْنِ.
Hamba (muslim) ketika janazahnya diletakkan dalam kubur, sahabatnya telah pergi dan meninggalkannya, sesungguhnya ia pasti dapat mendengar suara sandal/ sepatu mereka. Datanglah dua malikat yang mendudukkannya seraya berkata kepadanya :
Apa yang katakan tentang lelaki ini (Nabi Muhammad Saw) ?. Janazah muslim menjawab : Sesungguhnya dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Kemudian dikatakan kepada mayyit : Lihatlah tempatmu dinereka, kemudian dipindah oleh Allah kedalam surga. Nabi Muhammad Saw berkata : janazah muslim dapat melihat keduanya. Sedangkan orang kafir atau munafiq menjawab : Aku tidak tahu, aku mengatakan dengan apa yang dikatakan oleh manusia.
Dikatakan kepada (janazah kafir atau munafiq) : Kamu tidak memang mengerti dan kamu memang tidak mau mengamati. Kemudian (janazah kafir atau munafiq) dipukul dengan martil (gada) dari besi dengan pukulan yang keras antara dua telinganya. Maka, menjeritlah ia sejadi-jadinya. Semua makhluk yang ada didekatnya mendengarkannya, kecuali jin dan manusia.
e. Dalam alam barzah Rasulullah Saw tetap menjalankan sholat, mendengar serta menjawab salam dari
ummatnya, dan memohonkan ampunan untuk ummatnya.
1). Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la dari Anas bin Malik (dalam Musnad) dan Imam
Baihaqi dalam Hayatul Anbiya’, Rasulullah Saw bersabda :
الأَنْبِيَاءُ أَحْيَاءٌ فِي قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّونَ :
Para nabi hidup dalam kubur mereka, serta mereka medirikan shalat (berdoa).
2). Hadis shahih, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud dari Abu Hurairah Ra (kitab Jala’ al-Afham -nya Ibnul Qayyim al-Jauziyah pada nomer hadis : 19), Rasulullah Saw bersabda :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلاَّ رَدَّ اللهُ إِلَى رُوحِي حَتَّى أَرُدَّ إِلَيْهِ السَلاَمَ.
Tidaklah dari orang muslim yang bersalam kepadaku, kecuali Allah menyampaikannya kepada ruhku hingga aku menjawab salam kepadanya.
3). Hadis shahih dari Abdullah Ra yang diriwayatkan oleh al-Bazzar (dalam musnad Kasyf al-Astaar, 1/ 397, al-Hafizh al-Haitsamiy (dalam Majma’ az-Zaaid, 9/ 24, dan Syeh Jalaaluddin as-Suyuthi (dalam kitab al-Khashaaish, 2/ 281. Beliau), Rasulullah Saw bersabda :
حَيَاتِي خَيْرٌ لَكُمْ تُحَدِّثُوْنَ وَيُحَدَّثُ لَكُمْ, وَوَفَاتِي خَيْرٌ لَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيَّ أَعْمَالُكُمْ, فَمَا رَأَيْتُ مِنْ خَيْرٍ حَمِدْتُ اللهِ عَلَيْهِ, وَمَارَأَيْتُ مِنْ شَرٍّ اسْتَغْفَرْتُ لَكُمْ.
Hidupku adalah kebaikan bagi kamu semua. Kalian melakukan sesuatu dan aku jelaskan hukumnya. Wafatku juga kebaikan bagi kamu semua. Seluruh amalmu diperlihatkan kepadaku. Ketika aku melihatnya dari kebaikan, maka memuji kepada Allah tentang hal itu. Dan ketika aku melihatnya dari keburukan aku memohon ampun untuk kamu semua.
4). Hadis shaih yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Ibnu Majah dari Abu Darda’ (kitab Jala’ al-Afhaam-nya Ibnul Qayyim al-Jauziyah, nomer hadis : 55), Rasulullah Saw bersabda :
أَكْثِرُوا عَلَيَّ الصَلاَةَ يَوْمَ الجُمْعَةِ, فَإِنَّهُ يَوْمٌ مَشْهُودٌ تَشْهَدُهُ المَلاَئِكَةُ. وَإِنَّ أَحَدًا لَيُصَلِّي عَلَيَّ إِلاَّ عُرِضَتْ عَلَيَّ صَلاَتُهُ حَتَّى يَفْرَغَ مِنْهَا. قُلْتُ : وَبَعْدَ المَوْتِ ؟. قَالَ : إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى الأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الأَنْبِيَاءِ. فَنَبِيُّ اللهِ حَيٌّ يُرْزَقُ.
Perbanyaklah bershalawat kepada-ku pada hari jumat. Sesungguhnya hari itu adalah hari yang disaksikan oleh malaikat. Dan sesungguhnya seseorang yang bershalawat kepada-ku, kecuali (ia dan) shalawatnya ditunjukkan kepada-ku hingga ia selesai dari bershalawat. Aku (Abu Darda’) bertanya : apakah juga (disampaikan kepada-mu) setelah kematian ?. (Beliau) bersabda : Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada bumi untuk memakan (menghancurkan) jasad (jiwa) para nabi. Nabiyullah itu tetap hidup dan diberi (beramal, dengan menikmati) rizki.
Beberapa hadis diatas dikuatkan oleh firman Allah Swt, Qs. an-Nisa : 64 :
وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ, جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُوْلُ لَوَجَدُوا اللهَ تَوَّابًا رَحِيْمًا.
Dan sesungguhnya sekiranya mereka mendlalimi diri mereka (dan mereka mau) mendatangimu serta memohon ampun kepada Allah, dan rasul-pun memohonkan ampun untuk mereka. Maka mereka akan mendapati Allah Dzat Yang Menerima taubat dan lagi Maha Kasih.
Ayat ini mengabarkan, bahwa memohon ampun kepada Allah dengan disertai sadar berada dihadapan Rasulullah Saw, serta permohonan ampunan oleh Rasulullah Saw untuk mukmin yang beristigfar merupakan kunci mendapatkan ampunan dan kasih sayang dari Allah Swt.
Tafsiran ayat seperti ini, diberikan oleh para pembesar ulama, seperti Imam Ibnu Hajar al-Makkiy as-Syafii (dalam kitabnya al-Jauharul Munaddham fii Ziyarah al-Qabri an-Nabi al-Mukarram, yang dinukil oleh Syeh Yusuf an-Nabhani {w. 1933 M} dalam kitab Syawahid al-Haq), Imam Malik bin Anas Ra (pendiri madzhab Maliki), yang dinukil oleh Syeh Iyadl al-Yahshubi dalam kitab as-Syifa’ dengan sanad yang shahih, pada bab III pasal pertama), Syeh Abdul Qadir Jailani dalam kitabnya al-Ghunyah, Ibnu Katsir dan Imam al-Qurthubi (dalam tafsir-nya masing-masing).
Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir pada penjelasan ayat 64 surat an-Nisa’ diatas dituliskan kejadian dimakam Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh al-Utbiy. Ia berkata : Aku duduk dimakam Rasulullah Saw. Kemudian datanglah orang pedesaan, yang berkata :
السَلاَمُ عَلَيْكَ يَارَسُولَ اللهِ, سَمِعْتُ اللهَ يَقُوْلُ : (وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ, الأيَة) جِئْتُكَ مُسْتَغْفِرًا لِذَنْبِي مُسْتَشْفِعًا بِكَ إِلَى رَبِّي ثُمَّ انْصَرَفَ الأَعْرَابِي فَغَلَبْتْنِي عَيْنِي فَرَأَيْتُ النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي النَوْمِ فَقَالَ: يَا عُتْبِي إِلْحَقِ الأَعْرَابِيَّ فَبَشِّرْهُ أَنَّ اللهَ قَدْ غَفَرَ لَهُ.
Salam kepadamu wahai Rasulullah. Aku mendengar Allah bersabda : (Dan sesungguhnya sekiranya
mereka mendlalimi diri mereka ... lihat terjemah ayat 64 surat an-Nisa’ sebelumnya). Aku datang kepadamu untuk memohon ampunan atas dosaku, serta memohon pertolongan melalui kamu kepada Tuhanku.
Kemudian orang pedesaan itupun berdiri dan pergi. Tiba-tiba kedua mataku mengantuk tidur. Dan dalam tidurku aku melihat Rasulullah Saw dan berkata kepadaku : Wahai Utbiy, kejarlah orang pedesaan itu, dan beritahulah kepadanya, sesungguhnya Allah telah mengampuni dosanya..
C. Dari amaliyah para nabi dan ulama salaf as-shalih.
1. Nabi Adam As bertawassul kepada Rasulullah Saw.
Hadis dari Umar bin al-Khathab (kitab Mafaahiim Yajib an Tushahhaha-nya Syeh Muhammad Bin Alwi al-Maliki pada bahasan “at-tawassul bin nabiy qabla wujudihi”, kitab as-Syifa bi Ta’rif Huquuq al-Mushthafa Muhammad Saw-nya al-Hafidz al-Qadli Abul Fadlal ‘Iyadl al-Yahshubi {w. 544 H, pada bab III dalam pasal pertama}, kitab Syawahid al-Haq-nya Syeh an-Nabhani pada bab III, kitab al-Mustadrak-nya Imam al-Haakim pada II/ 615, kitab Dalail an-Nubuwah-nya Imam Baihaqiy, 427, dan kitab al-Mu’jam as-Shaghir-nya Imam Thabraniy pada II/ 82), Rasulullah Saw bersabda :
لمَّا اقْتَرَفَ أَدَمُ الخَطِيْئَةُ رَفَعَ رَأْسَهُ, وَقَالَ: يَا رَبِّ أسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ إِلاَّ غَفَرْتَ لِي. فَقَالَ اللهُ : يَآدَمُ وَكَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ أخْلُقْهُ؟. فَقَالَ: يَارَبِّ لِأَنَّكَ لَمَّاَ خَلَقْتَنِي بِيَدِكَ وَنَفَخْتَ فِي مِنْ رُوحِكَ رَفَعـْتُ رَأْسِي فَرَاَيْتُ عَلَى قَوَائِمِ العَرْشِ مَكْتُوبًا لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ, فَعَلِمْتُ أَنَّكَ لَمْ تُضِفْ إِلَى اسْمِكَ إِلاَّ أَحَبَّ الخَلْقِ إِلَيْكَ. فَقَالَ اللهُ : صَدَقْتَ يَآدَمُ, إِنَّهُ لَأَحَبُّ الخَلْقِ إِلَيَّ, أُدْعُونِي بِحَقِّهِ فَقَدْ
غَفَـرْتُ لَكَ. وَلَولاَ مُحَمَّدٌ مَا خَلَـقـْتُكَ.
Setelah Adam terperosok kesalahan. Ia berdoa: Yaa Rabb, demi kenyataan Muhammad, kiranya Engkau berkenan mengampuniku. Allah bersabda : Wahai Adam, bagaimana kamu mengerti Muhammad, padahal Aku belum mecipta (menampakkan)-nya ?.
Adam menjawab : Ya Rabb, sesungguhnya Engkau, ketika menciptakanku dan meniupkan ruh-Mu kedalam jiwaku, kuangkat kepalaku. kearasy-Mu. Kemudian aku melihat pada tiang-tiang tertulis Lailaaha illallah Muhammad Rasulullah. Maka, aku memahaminya Engkau tidak menyandarkan kepada nama-Mu kecuali makhluk yang yang paling Engkau cintai dan cinta kepada-Mu. Allah menjawab : Ya benar, wahai Adam, sesungguhnya dan pasti ia merupakan makhluk yang cinta kepada-Ku. Maka, mohonlah ampunan kepada-Ku dengan haq-nya, sungguh niscaya Aku mengampuni-Mu. Dan kalau bukan karena Muhammad, Aku tidak menciptakanmu.
Hadis yang sepadan arti tertulis dalam kitab as-Syifa bi Ta’rif Huquuq al-Mushthafa Muhammad Saw-nya al-Hafidz al-Qadli Abul Fadlal ‘Iyadl al-Yahshubi (w. 544 H), pada bab III dalam pasal pertama, dengan sedikit adanya perbedaan redaksi hadis yang terakhir :
وَعِزَّتِي وَجَلاَلِيْ إِنَّهُ لَأَخِرُ النَّبِيِّيْنَ مِنْ ذُرِّيَتِكَ وَلَوْلاَهُ مَا خَلَقْتُكَ :
Dan demi kemulyaan-Ku dan kebesaran-Ku, sesungguhnya ia adalah nabi terakhir dari ketutunanmu. Sekiranya tanpa dia aku tidak menciptamu.
2. Bebatuan dan pepohoan beruluk salam kepada Rasulullah Saw.
Hadis riwayat Baihaqi (Kitab Dalail an-Nubuwwah, jilid I pada bab “taslim al-hajar was syajar”) dari Ali bin Abi Thalib Kw. Ia berkata :
أَدْخُلُ مَعَ النَبِيْ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الوَادِي فَلاَ يَمُـرُّ بِحَجَرٍ وَلاَ شَجَرٍ إِلاَّ قَالَ : السَلاَمُ عَلَيْكَ يَارَسُولَ اللهِ. وَأَنَا أَسْمَعُهُ.
Aku bersama Nabi Saw memasuki lembah. Beliau tidak melewati bebatuan dan pepohonan kecuali, mereka mengucapapkan : “salam sejahtera kepadamu wahai Rasulullah”. Dan aku mendengarkannya.
3. Sahabat Bilal beristighatsah dimakam Rasulullah Saw.
Hadis shahih yang driwayatkan oleh Imam Baihaqi (dalam Dalail an-Nubuwah) dan Ibnu Abi Syaibah (dalam al-Mushannaf), juga dalam Syawahid al-Haq-nya Syeh an-Nabhani, serta dalam Fath al-Baariy-nya Imam Ibnu Hajar al-Asqalaaniy. Ketika terjadi kemarau panjang menimpa ummat Islam dizaman khalifah Umar bin Khatthab. Bilal bin al-Harits al-Muzaniy Ra mendatangi makam Rasulullah Saw, dan berkata :
إِسْتَسْقِ لِأُمَتِكَ فَإِنَّهُمْ هَلَكُوا :
Mohonkan hujan untuk ummatmu, sesungguhnya mereka telah kepayahan.
Kemudian Rasulullah Saw mendatangi Bilal dalam tidurnya, seraya memberitahukan kalau hujan sudah turun. Dan, Khalifah Umar bin Khatthaab Ra menangis, ketika Bilal menyampaikan kejadian ini kepadanya. Umar berkata :
يَارَبِّ لاَ آلُوْ إِلاَّ مَا عَجَـزْتُ عَنْهُ :
Wahai Tuhanku, akan saya kerahkan semua upayaku, kecuali yang aku tidak mampu.
4. Abdullah bin Umar beristighatsah kepada Rasulullah Saw setelah wafatnya.
Hadis riwayat Imam Bukhari (dalam al-Adab al-Mufrad) dari Abdullah bin Umar Ra.
أَنَّهُ خَدِرَتْ رِجْلُهُ. فَقِيْلَ : أَذْكُرْ أَحَبَّ النَاسِ إِلَيْكَ. فَقَالَ : يَا مُحَمَّدُ. فَكَأَنَّمَا نَشِطَ مِنْ عِقَالٍ.
Sesuingguhnya kaki (Abdullah bin Umar Ra) terkena penyakit mati rasa. Salah seorang yang hadir berkata kepadanya : sebutlah orang yang paling anda cintai. Berkatalah ia (Abdullah bin Umar) : “Wahai Nabi Muhammad”. Maka seketika itu kaki beliau sembuh.
5. Banyak sekali dari pengamal Wahidiyah yang sedang mengalami permasalahan. Dan kemudian terselesaikan setelah bertawassul kepada Rasulullah Saw dengan nida Yaa Sayyidii Yaa Rasulullah.
Keistimewaan Rasulullah Saw
Setiap makhluk tanpa terkecuali mengalami perubahan. Dari tidak ada, kemudian ada dan akhirnya tidak ada. Dari janin kepada balita, kanak-kanak, remaja, orang tua dan kemudian wafat. Dari sakit kepada sehat, dari lemah kepada kuat, dari bodoh kepada pandai dan kemudian pikun kembali. Secara individu, setiap manusia berusaha mencukupkan segala kebutuhannya melalui dirinya sendiri. Secara sosial, manusia saling tergantung antara satu dengan lainnya, melayani dan dilayani.
Setelah diturunkan kedunia, Nabi Muhammad Saw adalah hamba Allah dan sekaligus rasul-Nya. Sebagai hamba, Beliau tidak terlepas dari sifat kemanusiaan yang memiliki kelemahan; seperti sakit, lapar, haus, kematian dan sifat-sifat lain sebagaimana umumnya manusia. Sebagai manusia, Nabi Muhammad Saw tidak mampu mendatangkan kebaikan atau kemanfaatan untuk dirinya sendiri, apalagi untuk orang lain. Sebagaimana keterangan dalam firman Allah Swt (Qs : al-A’raf : 188) :
قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرَّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ, وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُوْءُ, إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُوْنَ.
Katakanlah : Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan dan menolak kemadlaratan untuk diriku, kecuali yang dikehendaki oleh Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah membuat kebajikan sebanyak-banyak, dan aku tidak ditima kerugian. Tidak ada aku, kecuali sebagai pemberi peringatan dan pemberi berita gembira kepada kaum yang beriman .
Sebagai Rasulullah, Nabi Muhammad Saw memiliki beberapa keistimewaan, yang antara lain :
1. Rasulullah adalah nabi yang pertama dan rasul yang terakhir.
1). Hadis ini hasan dan shahih yang diriwayatkan Baihaqi dan Tirmidzi dari Irbadl bin Sariyah (kitab Dalail an-Nubuwwah) jilid I pada bab “Maulid al-Mushthafa dari sahabat Maisarah Ra. Aku bertanya kepada Rasulullah Saw :
مَتَى كُنْتَ نَيِيَّا ؟. قَالَ : وَآَدَمُ بَيْنَ الرُّوحِ وَالجَسَدِ :
Kapan Baginda menjadi nabi ?. Beliau bersabda : “Semenjak Adam masih antara jiwa dan jasad.
2). HR. Ahmad dan Bukhari (dalam at-Taarikh), al-Haakim dan Tirmidzi mengatakan : hadis ini hasan dan lagi shahih, dan Ibnu Hibban (dalam Shahih-nya) dari Irbadl bin Sariyah, Rasulullah Saw bersabda :
كُنْتُ أَوَّلُ النَبِيِّيْنَ فِي الخَلْقِ وَأخِرُهُمْ فِي البَعْثِ
Dalam makhluk ini, Aku adalah pertama-tamanya para nabi, dan paling akhir dalam pengutusannya.
3). HR. Imam Ahmad bin Hanbal, (dalam Musnad, nomer hadis : 16525) dari Irbadl bin Sariyah, Rasulullah Saw bersabda :
إِنِّيْ عَبْدُ اللهِ لَخَاتَمُ النَبْيِّيْنَ وَإِنَّ آدَمَ لَمُنْجَدِلٌ فِي طِيْنَتِهِ. وَسَاُنَبِّئُكُمْ بِأَوّلِ ذَالِكَ دَعْوَةِ أَبِي إِبْرَاهِيْمَ وَبِشَارَةِ عِيْسَى بِي وَرُؤْيَا أُمِّي التِي رَأَتْ. وَزَادَ : إِنَّ أُمَّ رَسُولِ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَتْ حِيْنَ وَضَعَتْهُ نُوْرًا أَضَاءَتْ مِنْهُ قُصُوْرُ الشَامِ.
Sesngguhnya aku adalah hamba Allah, serta sebagai penutup para nabi, sedangkan (waktu itu), sesungguhnya Adam masih sebagai benda padat dalam tanah liatnya. Aku akan menceritakan tentang maksudnya : doa bapak-ku Ibrahim, berita gembiranya Isa tentang aku, dan apa yang dilihat oleh ibuku, ketika bermimpi. Dan Irbadl menambahkan cerita tersebut : Sesungguhnya ketika Ibu Rasulullah Saw mengandung, mimpi melihat ”nur/ cahaya”, yang mana dari nur tersebut istana kerajaan Syam menjadi terang benderang.
Dari beberapa keterangan hadis diatas, Syeh Jalaaluddin Suyuthi dalam kitab al-Hawiy li al-Fataawiy-nya, juz II pada bab ke 55 (raf’us shaut), menjelaskan :
فَإِذَا عُرِفَ هَذَا, فَالنَبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيُّ الأَنْبِيَاءِ :
Dan jika hal ini telah dipahami, maka Nabi Muhammad Saw adalah nabinya para nabi.
2. Rasulullah Saw mengetahui segala mahluk yang bertempat dibumi. Hadis riwayat Imam Bukhari, Rasulullah Saw bersabda :
زُوِيَتْ لِيَ الآرْضُ حَتَّى رَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَسَيَبْلُـغُ مَلِكَ أُمَّتِي مَا زُوِيَ لِي
Telah dilipat bumi untuk Aku, hingga aku melihat ujung timur dan ujung baratnya. Demikian pula raja ummatku akan mendapatkan sebagaimana bumi dilipat untuk-ku.
3. Rasulullah Saw mengetahui sesuatu yang ghaib. Firman-Nya, Qs. al-Jin : 26–27 :
عَالِمُ الغَيْبُ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا. إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُوْلٍ, فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا.
(Dia adalah Tuhan) Dzat Yang Mengathui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghib itu. Kecuali kepada rasul yang diridlai, maka Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) dimuka dan dibelakangnya.
4. Perbuatan Rasulullah Saw adalah perbuatan Allah Swt.
1). Firman Allah Swt dalam surat al-Anfal ayat 17 :
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللهَ رَمَى :
Tidak engkau melempar ketika engkau melempar. Akan tetapi Allah-lah yang melempar.
2). Hadits qudsi yang diriwayatkan Imam Bukhariy. Rasulullah Saw bersabda : Allah Swt berfirman :
فَاِذَا اَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الذِي يُبْصِرُبِهِ وَيَدَهُ الذِي يُبْطِشُ بِهِ وَرِجْلَهُ الذِي يَمْشِي بِهَا اِنْ سَاَلَنِي اَعْطَيْتُهُ وَاِنْ اسْتَعَاذَ نِي اعَذْ تُهُ
Jika Aku (Allah) telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang digunakan untuk mendengarkan, Aku menjadi penglihatannya yang digunakan untuk melihat, Aku menjadi tangannya yang digunakan untuk menggenggam, dan Aku menjadi kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-KU niscaya Aku memberinya, dan jika ia meminta perlindungan-Ku niscaya Aku melindunginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar